4.26.2011

PNEUMOTORAKS

Konsep Dasar

1. Pengertian
Pneumotoraks adalah pengumpulan udara didalam ruang potensial antara pleura visceral dan parietal (Arif Mansjoer dkk, 2000).
Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam ruang pleura sering diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C. Smeltzer, 2001).
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps. (Hudak & Gallo. (1999)
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. (Danusantoso, Halim. (2000)

2. Etiologi
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya :
• Pneumotoraks Spontan (primer dan sekunder)
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya.
• Tension Pneumotoraks
Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.
3. Patofisiologi
4. Manifestasi klinik
Hampir seluruh pasien mengeluhkan nyeri dada ringan sampai berat pada salah satu sisi dada dan dispnea. Gejala biasanya bermula pada saat istirahat dan berakhir dalam 24 jam.
Pneumotoraks dengan kegagalan pernapasan yang mengancam jiwa dapat pula terjadi bila asma dan PPOK yang mendasari muncul, hal ini benar-benar terlepas dari ukuran pneumotoraks.
Adanya tension pneumotoraks perlu dicurigai bila terjadi takikardi berat, hipotensi, dan pergeseran mediastinum / trakea, serta terdengar resonansi yang tinggi. Tanda dan gejalanya yaitu:
a. Sesak napas berat
b. Takipnea, dangkal, menggunakan otot napas tambahan
c. Nyeri dada unilateral, terutama diperberat saat napas dalam dan batuk
d. Pengembangan dada tidak simetris
e. Sianosis

5. Pemeriksaan Fisik
• Ada / tidaknya dispnea (jika luas)
• Ada / tidaknya nyeri pleuritik hebat
• Ada / tidaknya trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami pneumotoraks
• Ada / tidaknya takikardi
• Ada / tidaknya sianosis
• Pergeseran dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
Perkusi hipersonar diatas paru-paru yang kolaps
• Suara napas yang berkurang pada sisi yang terkena
• Fremitus vokal dan raba berkurang.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Analisa gas darah arteri memberikan hasil hipoksemia dan alkalosis respirasi akut pada sebagian besar pasien, namun hal ini bukanlah masalah yang penting. Pada pemeriksaan EKG, pneumotoraks primer sebelah kiri dapat menyebabkan aksis QRS dan gelombang T berubah sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan interprestasi sebagai infark miokard akut.
Diagnosa didukung oleh garis pleura visceral yang tampak pada pemeriksaan radiologi konvensional dengan pasien diposisikan terlentang akan memberikan gambaran siklus kostofrenik radiolusen yang abnormal.

7. Penatalaksanaan Medis
1) Farmakologi
• Terapi oksigen dapat meningkatkan reabsorpsi udara dari ruang pleura.
• Drainase sederhana untuk aspirasi udara pleura menggunakan kateter berdiameter kecil (seperti 16 gauge angio-chateter / kateter drainase yang lebih besar)
• Penempatan pipa kecil yang dipasang satu jalur pada katup helmic untuk memberikan perlindungan terhadap serangan tension pneumotoraks
• Obat simptomatis untuk keluhan batuk dan nyeri dada
• Pemeriksaan radiologi
Peranan pemeriksaan radiologi antara lain:
1) Kunci diagnosis.
2) Penilaian luasnya pneumotoraks.
3) Evaluasi penyakit-penyakit yang menjadi dasar.
Pada pneumotoraks yang sedang sampai berat foto konvensional (dalam keadaan inspirasi) dapat menunjukkan adanya daerah yang hiperlusen dengan pleural line di sisi medialnya; tetapi pada pneumotonaks yang minimal, foto konvensional kadang-kadang tidak dapat menunjukkan adanya udara dalam rongga pleura; untuk itu diperlukan foto ekspirasi maksimal, kadang-kadang foto lateral dekubitus. Hinshaw merekomendasikan membuat foto pada 2 fase inspirasi dan ekspirasi, karena akan memberikan informasi yang lebih lengkap tentang:
- Derajat/luasnya pneumotoraks.
- Ada/tidaknya pergeseran mediastinum.
- Menunjukkan adanya kista dan perlekatan pleura lebih jelas dari pada foto konvensional.
2) Diit
Tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari.

8. Komplikasi
Tension pneumotoraks dapat disebabkan oleh pernapasan mekanis dan hal ini mungkin mengancam jiwa. Pneumo - mediastinum dan emfisema subkutan dapat terjadi sebagai komplikasi dari pneumotoraks spontan. Jika pneumo - mediastinum terdeteksi maka harus dianggap terdapat ruptur esophagus / bronkus.

9. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1) Pola pernapasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paru, gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
Ditandai : Dispnea, takipnea
Perubahan kedalaman pernapasan
Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Gangguan pengembangan dada
Sianosis, GDA tak normal
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam bersihan jalan napas klien efektif.
KH : Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam batas normal.
Bebas sianosis dan hipoksia
Intervensi :
a. Mengidentifikasikan etiologi / factor pencetus ex : kolaps spontan, trauma, keganasan.
b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan sesak, dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara.
d. Auskultasi bunyi napas
e. Catat pengembangan dada dan posisi trakea
f. Kaji fremitus
g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
h. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur, anjurkan pasien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional :
a. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat.
b. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia / perdarahan.
c. Kesulitan bernapasn dengan ventilator atau peningkatan jalan napas diduga memburuknya kondisi atau terjadinya komplikasi (mis. ruptur spontan dari bleb, terjadinya pneumotoraks)
d. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps paru menurunya bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotoraks.
e. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumotoraks.
f. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi.
g. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif / mengurangi trauma.
h. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang sakit.
2) Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental
Ditandai : Pernyataan kesulitan bernapas
Perubahan kedalaman/kecepatan pernapasan, penggunaan otot aksesori
Bunyi napas tak normal, mis., mengi, ronki, krekels
Batuk (menetap), dengan/tanpa produksi sputum.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien menunjukan bersihan jalan napas.
KH : Mempertahankan jalan napas pasien dengan bunyi napas bersih/ jelas
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, mis., batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis., mengi, krekles, ronki.
2. Kaji / pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi / ekspirasi
3. Catat adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
6. Dorong / bantu latihan napas abdomen atau bibir.
7. Berikan obat sesuai indikasi
Bronkodilator, mis., β-agonis : epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin); albuterol (Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine, Brethaire); isotetarin (Brokosol, Bronkometer); Xantin, mis., aminofilin, oxitrifilin (Choledyl); teofilin (Bronkodyl, Theo-Dur)
8. Berikan fisioterapi dada
Rasional :
1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis., penyebaran, krekles basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
2. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres / adanya proses infeksi memanjang dibanding inspirasi
3. Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.
4. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas.
5. Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut
6. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara
7. Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi, atau inhalasi.
8. Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekret kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasara paru.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d produksi sputum
Ditandai : Penurunan berat badan
Kehilangan massa otot, tonus otot buruk
Kelemahan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3X24 jam klien menunjukan peningkatan nutrisi yang adekuat
KH : Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
Menunjukkan perilaku/ perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat
Intervensi :
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
2. Auskultasi bunyi usus
3. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering
Rasional :
1. Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
2. Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
3. Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b.d kurang terpajan pada informasi.
Ditandai : kurang terpajang pada informasi
Mengekspresikan masalah, meminta informasi,
Berulangnya masalah
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien dan keluarga dapat mengerti tentang kondisi kesehatan klien.
KH : Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu)
Mengidentifikasikan tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik
Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah
Intervensi :
a. Kaji patologi masalah individu
b. Identifikasikasi kemungkinan kambuh / komplikasi jangka panjang.
c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik ex. Nutrisi baik, istirahat, latihan.
d. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
Rasional :
a. Informasi menurunkan takut karena ketidaktauan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
b. Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh. Selain itu pasien sehat yang menderita pneumotoraks spontan, insiden kambuh 10 %- 50 %.
c. Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
d. Berulangnya pneumotoraks memerlukan intervensi medik untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi.







DAFTAR PUSTAKA
Danusantoso, Halim. (2000). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Hudak & Gallo. (1999). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC
Mansjoer, Arif,dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescutapius.
Smeltzer, Suzanne c. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah Vol.1. Jakarta : EGC
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Tidak ada komentar: