1.19.2012

Askep Lansia dengan Stroke

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk Indonesia 8,5% mengalami stroke yaitu lansia.

Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.

Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses degenerative system saraf tampaknya sedang merambah naik di Indonesia. Walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai hal ini.

Faktor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya perkembangan ekonomi dan perubahan gaya hidup terutama msayarakat perkotaan. Kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup terlihat semakin mudah sehingga meningkatkan hasrat mereka untuk terus berjuang mencapai tujuan dengan penuh persaingan dalam perjuangan tersebut, benturan-benturan fisik maupun psikologis tidak pernah dipikirkan efek bagi kesehatan jangka panjang. Usia harapan hidup di Indonesia kian meningkat sehingga semakin banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia dengan Stroke dan mengetahui konsep dasar medis stroke.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada klien lansia dengan stroke

b. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien lansia dengan stroke

c. Mahasiswa mengetahui intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang didapat pada klien lansia dengan stroke

d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi keperawatan pada klien lansia dengan stroke

e. Mahasiawa mengetahui evaluasi pada pasien lansia dengan stroke.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Lansia

1. Definisi

Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran. Menurut Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Menurut James C. Chalhoun (2003) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.

Sedangkan menurut Prayitno (2004) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.

Menurut Saparinah (2003) lansia dimana berusia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap penisium, pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh atau kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal.

2. Ciri-Ciri Lansia

Menurut Hurlock (Hurlock, 2004) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu :

a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.

b. Lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu seperti : lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.

c. Perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.

3. Cara Menjaga Hidup Sehat Pada Lansia

Cara hidup sehat adalah cara-cara yang dilakukan untuk dapat menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan seseorang. Adapun cara-cara tersebut adalah:

a. Makan makanan yang bergizi dan seimbang

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa diet adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan tambahnya usia seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun, oleh karena itu, kebutuhan gizi bagi para lanjut usia, perlu dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan kalori pada lanjut usia berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya kalori dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal, dan sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Petunjuk menu bagi lansia adalah sebagai berikut (Depkes, 2002) :

1) Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai macam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga, pembangun dan pengatur.

2) Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah hidrat arang yang bersumber dari hidrat arang komplex (sayur – sayuranan, kacang- kacangan, biji – bijian).

3) Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama lemak hewani.

4) Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar yang bersumber pada buah, sayur dan beraneka pati, yang dikonsumsi dengan jumlah bertahap.

5) Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt, ikan.

6) Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti kacang – kacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau.

7) Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang mengandung alkohol.

8) Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah.

9) Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan – bahan yang segar dan mudah dicerna.

10) Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng – gorengan.

11) Makan disesuaikan dengan kebutuhan

b. Minum air putih 1.5 – 2 liter

Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah melakukan aktivitasnya, dan minimal kita minum air putih 1,5 – 2 liter per hari.

Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan lain-lain. Air juga sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan engselnya, jadi bila tubuh kekurangan cairan, maka fungsi, daya tahan dan kelenturan tulang juga berkurang, terutama tulang kaki, tangan dan lengan. Padahal tulang adalah penopang utama bagi tubuh untuk melakukan aktivitas. Manfaat lain dari minum air putih adalah mencegah sembelit. Untuk mengolah makanan di dalam tubuh usus sangat membutuhkan air. Tentu saja tanpa air yang cukup kerja usus tidak dapat maksimal, dan muncullah sembelit.

Dan air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, soft drink, minuman beralkohol, es maupun sirup. Bahkan minuman-minuman tersebut tidak baik untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu seperti DM, darah tinggi, obesitas dan sebagainya.

c. Olah raga teratur dan sesuai

Usia bertambah, tingkat kesegaran jasmani akan turun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat lansia kemampuan akan turun antara 30 – 50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit. Olah raga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik, tidak kompetitif atau bertanding.

Olahraga yang sesuai dengan batasan diatas yaitu, jalan kaki, dengan segala bentuk permainan yang ada unsur jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki bukit, senam dengan faktor kesulitan kecil dan olah raga yang bersifat rekreatif dapat diberikan. Dengan latihan otot manusia lanjut dapat menghambat laju perubahan degeneratif.

d. Istirahat, tidur yang cukup

Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karna tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan.

e. Menjaga kebersihan

Yang dimaksud dengan menjaga kebersihan disini bukan hanya kebersihan tubuh saja, melainkan juga kebersihan lingkungan, ruangan dan juga pakaian dimana orang tersebut tinggal. Yang termasuk kebersihan tubuh adalah: mandi minimal 2 kali sehari, mencuci tangan sebelum makan atau sesudah mengerjakan sesuatu dengan tangan, membersihkan atau keramas minimal 1 kali seminggu, sikat gigi setiap kali selesai makan, membersihkan kuku dan lubang-lubang ( telinga, hidung, pusar, anus, vagina, penis ), memakai alas kaki jika keluar rumah dan pakailah pakaian yang bersih.

Kebersihan lingkungan, dihalaman rumah, jauh dari sampah dan genangan air.

Di dalam ruangan atau rumah, bersihkan dari debu dan kotoran setiap hari, tutupi makanan di meja makan. Pakain, sprei, gorden, karpet, seisi rumah, termasuk kamar mandi dan WC harus dibersihkan secara periodik.

Namun perlu diingat dan disadari bahwa kondisi fisik perlu medapat bantuan dari orang lain, tetapi bila lansia tersebut masih mampu diusahakan untuk mandiri dan hanya diberi pengarahan.

f. Minum suplemen gizi yang diperlukan

Pada lansia akan terjadi berbagai macam kemunduran organ tubuh, sehingga metabolisme di dalam tubuh menurun. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan kebutuhan sebagian zat gizi pada sebagian besar lansia tidak terpenuhi secara adekuat. Oleh karena itu jika diperlukan, lansia dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen gizi. Tapi perlu diingat dan diperhatikan pemberian suplemen gizi tersebut harus dikonsultasikan dan mendapat izin dari petugas kesehatan.

g. Memeriksa kesehatan secara teratur

Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan merupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Walaupun tidak sedang sakit lansia perlu memeriksakan kesehatannya secara berkala, karena dengan pemeriksaan berkala penyakit-penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga pengobatanya lebih mudan dan cepat dan jika ada faktor yang beresiko menyebabkan penyakit dapat di cegah. Ikutilan petunjuk dan saran dokter ataupun petugas kesehatan, mudah-mudahan dapat mencapai umur yang panjang dan tetap sehat.

h. Mental dan batin tenang dan seimbang

Untuk mencapai hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik saja yang harus diperhatikan, tetapi juga mental dan bathin. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menjaga agar mental dan bathin tenang dan seimbang adalah:

1) Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan diri kita sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan jiwa dan pikiran menjadi tenang.

2) Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan, merusak tubuh dan wajahpun menjadi nampak semakin tua. Stres juga dapat menyebabkan atau memicu berbagai penyakit seperti stroke, asma, darah tinggi, penyakit jantung dan lain-lain.

3) Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki mental dan fisik secara alami. Penampilan kita juga akan tampak lebih menarik dan lebih disukai orang lain. Tertawa membantu memandang hidup dengan positif dan juga terbukti memiliki kemampuan untuk menyembuhkan. Tertawa juga ampuh untuk mengendalikan emosi kita yang tinggi dan juga untuk melemaskan otak kita dari kelelahan. Tertawa dan senyum murah tidak perlu membayar tapi dapat menadikan hidup ceria, bahagia, dan sehat.

i. Rekreasi

Untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama seminggu maka dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal, dapat disesuaikan denga kondisi dan kemampuan. Rekreasi dapat dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat rumah atau halaman rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga dan anak cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan otak, pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari.

j. Hubungan antar sesama yang sehat

Pertahankan hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman, karena hidup sehat bukan hanya sehat jasmani dan rohani tetapi juga harus sehat sosial. Dengan adanya hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman dapat membuat hidup lebih berarti yang selanjutnya akan mendorong seseorang untuk menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya karena ingin lebih lama menikmati kebersamaan dengan orang-orang yang dicintai dan disayangi.

k. Back to nature (kembali ke alam)

Seperti yang telah terjadi, gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidupnya seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal botolan, minuman kaleng, buah dan sayur awetan, jarang bergerak karena segala sesuatu atau pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya tekhnologi yang modern seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan mesin penyedot debu, bepergian dengan kendaran walaupun jaraknya dekat dan bisa dilakukan dengan jalan kaki. Gaya hidup seperti itu tidak baik untuk tubuh dan kesehatan karena tubuh kita menjadi manja, karena kurang bergerak, tubuh jadi rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit.

Oleh karena itu salah satu upaya untuk hidup sehat adalah back to nature atau kembali lebih dekat dengan alam. Kita tidak harus menjauhi tekhnologi tetapi paling tidak kita harus menghindari bahan makanan kalengan, minuman kalengan, makanan yang diawetkan, makanan siap saji dan harus lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang segar dan juga minum air putih.

l. Semua yang dilakukan tidak berlebihan

Untuk menciptakan hidup yang sehat segala sesuatu yang kita lakukan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik tetapi sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukanlah atau kerjakanlah sesuatu hal itu sesuai dengan kebutuhan.

B. Stroke

1. Definisi

Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak.

Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak ( Elizabeth J. Corwin, 2002 ).

Stroke adalah sindrom yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa deficit neurologis fokal atau global yang langsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran otak non traumatic (Mansjoer 2002)

Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince, 2002).

Menurut WHO stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler. Persoalan pokok pada stroke adalah gangguan peredaran darah pada daerah otak tertentu.

Stroke adalah gangguan darah di pembuluh arteri yang menuju ke otak (Mardjono, 2002).

Menurut Lumbantobing (2002) kelainan yang terjadi akibat gangguan peredaran darah. Stroke dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua yaitu : stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus dan stroke embolik, yang disebabkan oleh embolus.

Harsono (2002) membagi stroke non haemoragi berdasarkan bentuk klinisnya antara lain :

1) Serangan Iskemia sepintas atau transient ischemic Attack (TIA).
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/ Reversible Ischemic Neurologik Defisit (RIND). Gejala neurologik timbul ± 24 jam, tidak lebih dari seminggu.

3) Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in evolution).

Gejala makin berkembang ke otak lebih berat.

4) Completed Stroke

Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.

b. Perdarahan (Stroke Hemoragi)

Terjadi pecahnya pembuluh darah otak.

2. Etiologi

Stroke non haemoragi merupakan penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan dewasa tua karena adanya penyempitan atau sumbatan vaskuler otak yang berkaitan erat dengan kejadian.

a. Trombosis Serebri

Merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemui yaitu pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologis. Biasanya berkaitan erat dengan kerusakan fokal dinding pembuluh darah akibat anterosklerosis.

b. Embolisme

Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu flowess dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan dari penyakit jantung.

Sedangkan menurut prince (2002) mengatakan bahwa stroke haemoragi disebabkan oleh perdarahan serebri. Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri. Ekstravasali darah terjadi dari daerah otak dan atau subaracnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser. Perdarahan ini dibedakan berdasarkan tempat terjadinya perdarahan.

Menurut Harsono ini dibedakan berdasarkan tempat terjadinya perdarahan antara lain:

a. Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)

Kira-kira ¾ harus perdarahan sub arachnoid disebabkan oleh pecahnya seneusisma 5-6% akibat malformasi dari arteriovenosus.

b. Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Penyebab yang paling sering adalah hipertensi, dimana tekanan diastolic pecah.


Harsono (2002) membagi factor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan Stroke yaitu:

1) Faktor risiko utama

a) Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.

b) Diabetes Mellitus

Debetes mellituas mampu ,menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel otak.

c) Penyakit Jantung

Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan strok. Dikemudian hari seperti Penyakit jantung reumatik, Penyakit jantung koroner dengan infark obat jantung dan gangguan irana denyut janung. Factor resiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepaskan sel- sel / jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah.

c. Transient Ischemic Attack (TIA)

TIA dapat terjadi beberapa kali dalan 24 jam/ terjadi berkali- kali dalam seminggu. Makin sering seseorang mengalami TIA maka kemungkinan untuk mengalami stroke semakin besar.

d. Faktor Resiko Tambahan

1) Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida. Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah.

2) Kegemukan atau obesitas

3) Merokok

Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah.

4) Riwayat keluarga dengan stroke

5) Lanjut usia

Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia. Polisitemia dapat menghambat kelancaran aliran darah ke otak. Sementara leukemia/ kanker darah dapat menyebabkan terjadinya pendarahan otak.

6) Kadar asam urat darah tinggi

7) Penyakit paru- paru menahun.

3. Manefestasi Klinis

Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).

a. Kehilangan motorik : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sesi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.

b. Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya)

c. Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-spasial, kehilangan sensori

d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis

e. Disfungsi kandung kemih

Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tidak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat:

a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.

b. Sementara, namun lebih dari 24 jam

Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND)

c. Gejala makin lama makin berat (progresif)

Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution

d. Sudah menetap/permanent

(Harsono, 2003).

4. Patofisiologi

a. Stroke Hemoragic

Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater, (hemoragi subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi otak (hemoragi intraserebral).

1) Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.

2) Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.

3) Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisma.

4) Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. pada orang yang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).

Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia. Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.

b. Stroke Non Hemoragic

Terbagi atas 2 yaitu :

1) Pada stroke trombotik, oklusi disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena thrombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancer. Penurunan aliran arah ini menyebabakan iskemi yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam waktu 72 jam daerah tersebut akan mengalami edema dan lama kelamaan akan terjadi nekrosis. Lokasi yang tersering pada stroke trombosis adalah di percabangan arteri carotis besar dan arteri vertebra yang berhubungan dengan arteri basiler. Onset stroke trombotik biasanya berjalan lambat.

2) Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas dari bagian tubuh lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut terjebak di pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah percabangan lumen yang menyempit, yaitu arteri carotis di bagian tengah atau Middle Carotid Artery ( MCA ). Dengan adanya sumbatan oleh emboli akan menyebabkan iskemik.

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke antara lain adalah:

a. Angiografi

Arteriografi dilakukan untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. Suatu kateter dimasukkan dengan tuntunan fluoroskopi dari arteria femoralis di daerah inguinal menuju arterial, yang sesuai kemudian zat warna disuntikkan.

b. CT-Scan

CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.

c. EEG (Elektro Encephalogram)

Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah yang mengalami gangguan.

d. Pungsi Lumbal

Menunjukan adanya tekanan normal, Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan

e. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.

f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena

g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

(Harsono, 2003).

6. Komplikasi

Komplikasi utama pada stroke menurut Smeltzer C. Suzanne, 2002 yaitu :

a. Hipoksia Serebral

b. Penurunan darah serebral

c. Luasnya area cedera

7. Penatalaksanaan

a. Perawatan umum stroke

1) Penatalaksanaan awal selama fase akut dan mempertahankan fungsi tubuh
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia, 2001 mengemukakan hal-hal berikut:

a) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.

b) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten.

2) Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.

Asia Pacific Consensus on Stroke Manajement, 2001, mengemukakan bahwa peningkatan tekanan darah yang sedang tidak boleh diobati pada fase akut stroke iskemik. Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia, 2002, mengemukakan bahwa tekanan darah diturunkan pada stroke iskemik akut bila terdapat salah satu hal berikut :

a) Tekanan sistolik > 220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.

b) Tekanan diastolik > 120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.

c) Tekanan darah arterial rata-rata > 130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.

d) Disertai infark miokard akut/ gagal jantung atau ginjal akut.\

Pada umumnya peningkatan tekanan darah pada fase akut stroke diakibatkan oleh:

1)) Stress daripada stroke

2)) Jawaban fisiologis dari otak terhadap keadaan hipoksia

3)) Tekanan intrakranial yang meninggi.

4)) Kandung kencing yang penuh

5)) Rasa nyeri.

Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang tenang, kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita dibiarkan beristirahat.

e) Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.

Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan oleh stres dan peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari percobaan pada hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena itu, kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian suntikan subkutan insulin.
Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera dengan memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati penyebabnya.

f) Suhu tubuh harus dipertahankan normal.

Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau kompres. Pada penderita iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33ºC atau 34 °C memberi perlindungan pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen free radicals dapat meningkat pada keadaan hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan memperlebar jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.

g) Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik, bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.

h) Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik.

i) Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.

Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :

a) Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan sdalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara intravena.

b) Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini kontraindikasi pada stroke haemorhagic.

c) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini merilekskan otot polos pembuluh darah.

d) Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan otak yang mengalami iskemik.

1) Kebutuhan psikososial

Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional dan perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin akan menangis namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk itu, peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada keluarga tentang perubahan tersebut.

Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku pasien seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan, memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk belajar kembali satu ketrampilan.

2) Rehabilitasi selama di rumah sakit

Rehabilitasi di rumah sakit memerlukan pengkajian yang sistematik dan evaluassi dari defisit dan perbaikan fungsi pasien. Fokus perawatan adalah langsung membantu pasien belajar kembali kehilangan keterampilan yang dapat membentu kembali kemungkinan kemandirian pasien. Pada fase ini pasien dimonitor secara hati-hati untuk mencegah berkembangnya komplikasi yang lebih lanjut. Adapun intervensi yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut :

a) Anjurkan pasien untuk mengerjakan sendiri ”personal Hygiene” semampunya.

b) Ajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan menghargai cara pasien mengkompensasi ketidakmampuan pasien.

c) Anjurkan pasien untuk latihan di tempat tidur.

d) Berikan spesial perawatan kulit.

e) Berikan privacy dengan menggunakan penutup jika ia belajar keahlian baru seperti belajar makan sendiri.

f) Berikan support emosional.

g) Berikan empati pada perasaan klien.anjurkan keluarga untuk berpartisipasi.

3) Perencanaan pasien pulang

Untuk mencegah kembalinya klien ke rumah sakit, diperlikan suatu program untuk membimbing klien dan keluarga yang tercakup dalam perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan segera setelah klien masuk rumah sakit, yang dilakukan oleh semua anggota tim kesehatan. Perencanaan pulang yang baik adalah perencanaan pulang yang tersentralisasi, terorganisir, dan melibatkan berbagai anggota tim kesehatan.

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan mutlak harus mengikuti dan berperan aktif dalam mementukan rencana pemulangan klien, sehingga klien mendapatkan pelayanan yang holistik dan komprehensif.

Tujuan perencanaan pulang :

a) Mempersiapkan klien untk menyesuaikan diri dengan rumah dan masyarakat.

b) Agar klien dan keluarga mempunyai pengetahuan dan ketrampilan serta sikap dalam memperbaiki dan mempertahankan status kesehatannya.

c) Agar klien dan keluarga dapat menerima keadaan diri klien jika terdapat gejala sisa ( cacat )

d) Membantu merujuk klien ke pelayanan kesehatan lain.

Mengingat banyaknya informasi dan pendidikan yang harus diterima oleh klien selama perawatan maupun dalam persiapan untuk pulang, maka prinsip belajar mengajar juga harus diperhatikan dalam proses rencana pemulangan.
Informasi untuk klien dan keluarga :

a) Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas.

b) Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan perawatan.

c) Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis, jika klien bisa membaca.

d) Motivasi klien mengikuti langkah-langkah tersebut selama perawatan dan pengobatan.

e) Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yabg harus dilaporkan kepada tim kesehatan.

f) Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan dan perawatan klien.

g) Berikan keluarga nomor penting yang dapat dihubungi bila klien perlu pertolongan medis.

C. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas dan istirahat

1) Data Subyektif :

a) Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.

b) Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )

2) Data obyektif :

a) Perubahan tingkat kesadaran

b) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.

c) Gangguan penglihatan

b. Sirkulasi

1) Data Subyektif :

Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.

2) Data obyektif :

a) Hipertensi arterial

b) Disritmia, perubahan EKG

c) Pulsasi : kemungkinan bervariasi

d) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

c. Integritas ego

1) Data Subyektif :

a) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan

2) Data obyektif:

a) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan

b) kesulitan berekspresi diri

d. Eliminasi

1) Data Subyektif:

a) Inkontinensia, anuria

b) distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )

e. Makan/ minum

1) Data Subyektif:

a) Nafsu makan hilang

b) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK

c) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia

d) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

2) Data obyektif:

a) Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )

b) Obesitas ( factor resiko )

f. Sensori neural

1) Data Subyektif:

a) Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )

b) nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.

c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati

d) Penglihatan berkurang

e) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )

f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

2) Data obyektif:

a) Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif

b) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )

c) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )

d) Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.

e) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil

f) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

g) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral

g. Nyeri / kenyamanan

1) Data Subyektif :

Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

2) Data obyektif:

Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial

h. Respirasi

1) Data Subyektif:

a) Perokok ( factor resiko )

b) Tanda :

a)) Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas

b)) Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur

c)) Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

i. Keamanan

1) Data obyektif:

a) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

b) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

c) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali

d) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh

e) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri

j. Interaksi social

1) Data obyektif :

Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

k. Pengajaran / pembelajaran

1) Data Subjektif :

a) Riwayat hipertensi keluarga, stroke

b) penggunaan kontrasepsi oral

l. Pertimbangan rencana pulang

1) Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi

2) Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan pekerjaan rumah

(Doenges E, Marilynn, 2000)

2. Diagnosa Keperawatan

Dx 1 :

Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Dibuktikan oleh :

a. Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori

b. Perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan

c. Defisit sensori , bahasa, intelektual dan emosional

d. Perubahan tanda-tanda vital

Tujuan Pasien / kriteria evaluasi :

a. Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motorik

b. Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK

c. Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan

Intervensi :

a. Monitor dan catat status neurologis secara teratur

R/ melihat penurunan dan peningkatkan saraf

b. Monitor tanda-tanda vital

R/ menentukan keadaan klien

c. Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 0

R/ melihat reaksi dan fungsi

d. Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang

R/ mengurangi penurunan penglihatan

e. Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi

R/ mengurangi penurunan fungsi

f. Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.

R/ agar tidak kaku

g. Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi

R/ Untuk kenyamanan

Kolaborasi :

a. Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi

b. Berikan medikasi sesuai indikasi

c. Antifibrolitik, misal aminocaproic acid ( amicar )

d. Antihipertensi

e. Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.

f. Manitol

Dx : 2

Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular, ketidakmampuan dalam persespi kognitif, kelemahan umum.

Dibuktikan oleh :

Ketidakmampuan dalam bergerak pada lingkungan fisik : kelemahan, koordinasi, keterbatasan rentang gerak sendi, penurunan kekuatan otot.

Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ; Tidak ada kontraktur, foot drop.

a. Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi dari bagian tubuh

b. Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana permulaannya

c. Terpeliharanya integritas kulit

Intervensi :

a. Ubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring )

R/ mencegah terjadinya dekubitus

b. Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas

R/ agar tidak terjadinya kekakuan

c. Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat selama periode paralysis flaksid. Pertahankan kepala dalam keadaan netral

R/ kenyamanan klien

d. Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi

R/ untuk kenyamanan

e. Bantu meningkatkan keseimbangan duduk

R/ untuk kenyamanan

Kolaborasi

a. Konsul ke bagian fisioterapi

b. Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik

c. Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi

Dx 3 :

Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih.

Ditandai :

a. Gangguan artikulasi

b. Tidak mampu berbicara / disartria

c. ketidakmampuan moduasi wicara , mengenal kata , mengidentifikasi objek

d. Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensif.

Tujuan pasien / kriteria evaluasi

a. Pasien mampu memahami problem komunikasi

b. Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi

c. Menggunakan sumber bantuan dengan tepat

Intervensi :

a. Bantu menentukan derajat disfungsi

R/ agar tidak terjadinya disfungsi

b. Sediakan bel khusus jika diperlukan

R/ mencegah kegawatdaruratan

c. Sediakan metode komunikasi alternative

R/ kenyamanan

d. Antisipasi dan sediakan kebutuhan pasien

R/ untuk kenyamanan

e. Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas

R/ terciptanya saling kepercayaan

f. Bicara dengan nada normal

R/ mencegah terjadinya prasanka buruk dan mengurangi keadaan

Kolaborasi : Konsul dengan ahli terapi wicara

Dx 4 :

Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan ( trauma / penurunan neurologi), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan)

Ditandai ;

a. Disorientasi waktu, tempat , orang

b. Perubahan pola tingkah aku

c. Konsentrasi jelek, perubahan proses piker

d. Ketidakmampuan untuk mengatakan letak organ tubuh

e. Perubahan pola komunikasi

f. Ketidakmampuan mengkoordinasi kemampuan motorik.

Tujuan / kriteria hasil :

a. Dapat mempertahakan level kesadaran dan fungsi persepsi pada level biasanya.

b. Perubahan pengetahuan dan mampu terlibat

c. Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi

Intervensi :

a. Kaji patologi kondisi individual

R/ mencegah penurunan kesadaran

b. Evaluasi penurunan visual

R/ mencegah penurunan kesadaran

c. Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh

R/ agar pasien tidak tersinggung

d. Sederhanakan lingkungan

R/ untuk kenyamanan dan memepercepat kesembuhan

e. Bantu pemahaman sensori

R/ mengurangi ketidak reaksi saraf

f. Beri stimulasi terhadap sisa-sisa rasa sentuhan

R/ mengurangi kematian sel-sel saraf

g. Lindungi psien dari temperatur yang ekstrim

R/ menjaga kenyamanan

h. Pertahankan kontak mata saat berhubungan

R/ meningkatkan kepercayaan

i. Validasi persepsi pasien

R/ menentukan keluhan

Dx 5 :

Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot

Ditandai dengan :

Kerusakan kemampuan melakukan AKS misalnya ketidakmampuan makan ,mandi, memasang/melepas baju, kesulitan tugas toileting

Kriteria hasil:

a. Melakukan aktivitas perwatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri

b. Mengidentifikasi sumber pribadi /komunitas dalam memberikan bantuan sesuai kebutuhan

c. Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kenutuhan perawatan diri

Intervensi:

a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 1-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari

b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan

c. Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari dan atau kemampuan untuk menggunakan urinal,bedpan.

d. Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut. Kadar makanan yang berserat, Anjurkan untuk minum banyak dan tingkatkan aktivitas.

e. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.

Kolaborasi :

a. Berikan supositoria dan pelunak feses

b. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/okupasi

Dx 6 :

Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lender

Kriteria hasil :

1) Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas

2) Ekspansi dada simetris

3) Bunyi napas bersih saaatauskultasi

4) Tidak terdapat tanda distress pernapasan

5) GDA dan tanda vital dalam batas normal

Intervensi :

1) Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi

2) Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memmberikan pengeluaran sekresi yang optimal

3) Penghisapan sekresi

4) Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam

5) Berikan oksigenasi sesuai advis

6) Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi

Dx 7 :

Gangguan pemenuhan nutrisi b.d reflek menelan turun, hilang rasa ujung lidah
Ditandai dengan:

a. Keluhan masukan makan tidak adekuat

b. Kehilangan sensasi pengecapan

c. Rongga mulut terinflamasi

Kriteria evaluasi :

a. Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan

b. BB stabil

c. Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat

Intervensi :

a. Pantau masukan makanan setiap hari

R/ untuk menentukan intake dan output

b. Ukur BB setiap hari sesuai indikasi

R/ melihat penuruna BB

c. Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai program

R/ menjaga keseimbangan BB

d. Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu manis,berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan

R/ untuk kenyamanan

e. Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah

R/ melihat output

Kolaborasi:

a. Pemberian anti emetic dengan jadwal regular

b. Vitamin A,D,E dan B6

c. Rujuk ahli diit

d. Pasang /pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral



BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Tn.J (76 tahun) masuk ke panti werda pada 18 Januari 2011, diantar oleh keluarga karena keluarga sangat sibuk sehingga tidak punya waktu untuk merawat klien. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan data : klien mengatakan sulit berjalan kalau berjalan harus menggunakan alat bantu, tangan kanan tidak bisa mengangkat, lengan bagian kanan mengalami kekakuan. TD: 150/100mmhg, N: 78x/i, RR: 28x/i, S: 370C.

B. Diagnosa

1. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan neuromuscular.

2. Resiko cedera b.d kelemahan otot

C. Intervensi

Dx 1 :

Tujuan Pasien :

Adanya peningkatan gerak/tidak ada kekakuan

Kriteria evaluasi ; aktifitas tidak terganggu

Intervensi :

1. Ukur TTV

R/ Menentukan keadaan umum

2. Anjurkan latihan gerak aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas

R/ agar tidak terjadinya kekakuan

3. Jauhkan pasien dari benda-benda yang bisa membahayakan pasien

R/ Menghindari resiko cedera

4. Bantu pasien melakukan aktifitas minimum

R/ melatih pasien untuk aktif

Dx 2 :

Tujuan : Menghindari terjadinya cedera

KH: Resiko cedera tidak terjadi

Intervensi :

1. Ukur TTV

R/ Menentukan kedaan umum

2. Jauhkan pasien dari benda-benda yang membuat cedera

R/ Menghindari cedera

3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan aman

R/ menghindari cedera

D. Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.

E. Evaluasi

Dx 1 :

S : pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktifitas sebagian

O : Pasien dibantu dengan minimum

A : Masalah teratasi sebagian

P : tindakan dilanjutkan dengan menganjurkan pasien melakukan aktifitas secara bertahap, memberi support pada paien dalam melakukan aktifitas.

Dx 2 :

S : Pasien mengatakan lingkungan ditempatnya nyaman

O : Pasien tampak tenang dan kooperatif, TD : 150/100 mmHg, R : 28 x/I, N : 78 x/I, S : 370C.

A : Masalah teratasi sebagian

P : Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan mengobservasi keadaan lingkungan tempat pasien

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Pada kasus tidak terdapat kesingkronan dengan teori, kasus didapat klien mengatakan sulit berjalan kalau berjalan harus menggunakan alat bantu, tangan kanan tidak bisa mengangkat, lengan bagian kanan mengalami kekakuan. TD: 150/100mmhg, N: 78x/i, RR: 28x/i, S: 370C.

B. Diagnosa

1. Pada teoritis didapat

a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.

b. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan neuromuskular, ketidakmampuan dalam persespi kognitif

c. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih.

d. Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan ( trauma / penurunan neurologi), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan)

e. Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot

f. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lender

g. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d reflek menelan turun, hilang rasa ujung lidah

2. Sedangkan pada kasus didapat

a. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan neuromuscular.

b. Resiko cedera b.d kelemahan otot

C. Intervensi

Di kasus : Ukur TTV, Anjurkan latihan gerak aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas, Jauhkan pasien dari benda-benda yang bisa membahayakan pasien, Bantu pasien melakukan aktifitas minimum, Ciptakan lingkungan yang nyaman dan aman.

D. Implementasi

Di kausus sesuai dengan intervensi yang dibuat.

E. Evaluasi

Di kasus didapat Masalah teratasi sebagian, tindakan dilanjutkan dengan menganjurkan pasien melakukan aktifitas secara bertahap, memberi support pada paien dalam melakukan aktifitas, Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan mengobservasi keadaan lingkungan tempat pasien.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Stroke juga menjadi salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama. Stroke dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi) Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah otak, dan Perdarahan (Stroke Hemoragi) Terjadi pecahnya pembuluh darah otak.

Faktor-faktor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan stroke yaitu: Faktor risiko utama seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit Jantung, Transient Ischemic Attack (TIA).

Faktor resiko tambahan seperti Kadar lemak darah yang tinggi termasuk kolesterol dan trigliserida, Kegemukan atau obesitas, Merokok, Riwayat keluarga dengan stroke, Lanjut Usia, Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia, Kadar asam urat darah tinggi, Penyakit paru-paru menahun.

B. Saran

1. Bagi teman sejawat

Dengan adanya makalah ini diharapkan perawat dan mahasiswa dapat melakukan asuhan Keperawatan pada pasien lansia dengan stroke

2. Bagi Instansi pendidikan

Dengan adanya makalah ini diharapkan instansi pendidikan dapat meningkatkan mutu pendidikannya agar dapat membuat peningkatan kualitas Asuhan Keperawata klien lansia dengan stroke

3. Bagi pihak Rumah Sakit

Dengan adanya makalah ini diharapkan pihak rumah sakit dapat memberikan motivasi bagi karyawannya terutama perawat agar dapat melakukan Asuhan Keperawatan klien lansia dengan stroke

DAFTAR PUSTAKA

Ancowitz, A. 2002. The Stroke Book. New York : William Morrow and Company, inc.

Chalhoon. JC. 2003. Masa Tua. Jakarta : EGC

Depkes. 2002. Menjaga hidup sehat pada lansia. Jakarta: Salemba medika

Elizabet, j, corwin. 2001. Seputar stroke. Jakarta: Paradigma

Harsono. 2002. Penyakit stroke. Jakarta: Hipokrates

Hudak Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Edisi VI Volume II. Jakarta : EGC.

Hurloock. 2004. Ciri-ciri lansia. Jakarta: Djambatan

Lumbantobing. 2002. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Mansjor. 2002. Stroke. Jakarta: Binarupa aksara

Mardjono.2002. ciri-ciri stroke. Yogyakarta: salemba medika

Marilynn E, Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Pahria, Tuti, dkk. 2002. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : EGC.

Prayitno. 2004. Usila . Jakarta: Salemba medika

Prince. 2002. All about stroke. New York: saddow inc

Saparinah. 2003. Usia lanjut. Yogyakarta: Paradigma

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth vol 3. Jakarta : EGC.

»»  READMORE...