DHF
1. Definisi
a. Demam Dengue (DD)
Demam Dengue (DD) adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.
b. Demam Berdarah Dengue (DBD)/ Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
Demam Berdarah Dengue (DBD)/ Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan.
c. Dengue Shock Syndrome (DSS)
Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut Dengue Shock Syndrome (DSS).
2. Klasifikasi DBD (WHO, 2004)
a. Derajat I
Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan uji tourniquet positif.
b. Derajat II
Gejala-gejala pada derajat I disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.
c. Derajat III
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, sianosis, kulit dingin dan lembab, dan gelisah.
d. Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.
3. Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B arthropod Borne Virus (Arboviroses). Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.
5. MANIFESTASI KLINIS DHF
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (380C- 400C)
b. Manifestasi perdarahan, dengan bentuk : uji tourniquet positif (puspura )perdarahan,
konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.
c. Hepatomegali (pembesaran hati).
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah.
e. Trombositopenia, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000/mm3.
f. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit diatas 20%.
g. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit
perut, diare kejang dan sakit kepala.
h. Perdarahan pada hidung dan gusi.
i. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya
pembuluh darah.
6. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap
- Trombosit menurun
- HT meningkat > 20%
- Leukosit ↓ pada hari ke 2 dan ke 3
- Protein darah rendah
- Ureum Ph ↑
b. Uji serologi = Uji HI (haemaglutination inhibition test)
c. Rontgen thoraks → Efusi pleura
d. Uji test tourniquet → hasil positif (+) jika ditemukan ≥ 10 bintik perdarahan (ptekie)
7. Komplikasi DHF
a. Efusi pleura
b. Mengakibatkan perdarahan pada semua organ tubuh,seperti perdarahan ginjal,otak,jantung,paru-paru,limfa dan hati.Sehingga tubuh kehabisan darah dan cairan serta menyebabkan kematian
c. Ensepalopati
d. Gangguan kesadaran yang disertai kejang
e. Disorientasi,prognosa buruk
8. Penatalaksanaan medis
a. DHF tanpa syok
1) Beri minum banyak (1 1/2- 2 liter / hari)
2) Obat anti piretik
3) Berikan infus jika terus muntah dan hematokrik meningkat
b. DHF dengan syok
1) Pasang infus RL
2) Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander
3) Tranfusi jika Hb dan Ht turun.
9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
- Demam
- Keluhan penyerta : ruam kulit, perdarahan dari hidung/ gusi, BAB/ BAK berdarah, muntah apakah terdapat darah, nyeri pada abdomen, sendi, otot, dan kaki
- Keadaan umum pasien : tingkat kesadaran, status nutrisi dan cairan (BB, TB, LLA)
- Tanda-tanda vital : TD, nadi, suhu, RR
- Tanda-tanda perdarahan : ptekie, ekimosis, hematom, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuria, uji tourniquet
- Tanda-tanda syok : gelisah, penurunan tingkat kesadaran, nadi cepat dan lemah, TD ↓, akral dingin dan lembab
- Kaji adanya tanda kebocoran plasma : efusi pleura, asites
- Pantau dan laporkan segera : pemeriksaan darah vena, kadar Hb, trombosit, hematokrit
b. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi ) b.d proses inflamasi (viremia)
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d proses patologis penyakit
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
4. Devisit volume cairan b.d mual, muntah
5. Resiko syok hipovolemik b.d peningkatan permeabilitas dinding plasma, perdarahan berlebihan, gangguan pembekuan darah
6. Resiko cedera : perdarahan lebih lanjut b.d trombositopenia
c. Rencana Intervensi
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi ) b.d proses inflamasi (viremia)
Intervensi Keperawatan | Rasional |
Mandiri: Kaji saat terjadinya demam serta karakteristik maupun pola demam. | DBD di dahului oleh demam tinggi, terus-menerus berlangsung 2-7 hari. |
Observasi tanda-tanda vital secara teratur dan laporkan segera bila disertai kejang. | Tanda vital sebagai acuan keadaan umum pasien. |
Kompres hangat kuku bila suhu lebih dari 38º C dan bila lebih dari 39º C lakukan “tepid water sponge”. | Membantu menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi atau penguapan panas tubuh. |
Berikan cairan oral bila pasien masih bisa minum. | Mengimbangi pengeluaran cairan akibat peningkatan suhu tubuh. |
Jelaskan pada keluarga penyebab demam dan cara melakukan kompres. | Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses perawatan di rumah. |
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian terapi sesuai program medik : antipiretik atau parasetamol. | Pemberian dosis yang tepat merupakan terapi suportif penurunan suhu tubuh. |
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d proses patologis penyakit
Intervensi Keperawatan | Rasional |
Mandiri: Kaji tingkat dan karakteristik nyeri. | Sebagai dasar untuk menetapkan metode intervensi yang sesuai. |
Berikan posisi yang nyaman, lingkungan yang tenang dan alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri. | Posisi yang tepat dan lingkungan yang tenang, dapat mengurangi stressor nyeri. |
Ajarkan teknik napas dalam, relaksasi dilakukan saat nyeri muncul. | Meningkatkan konsumsi O2 dapat mengurangi nyeri. |
Berikan kesempatan pasien berinteraksi dengan keluarga atau teman. | Keluarga dapat memberikan support yang dapat membuat pasien tenang. |
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian analgesic sesuai indikasi dan program medik. | Mengurangi nyeri. |
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
Anoreksia
Intervensi Keperawatan | Rasional |
Mandiri: Kaji keluhan mual, nyeri menelan dan muntah. | Sebagai dasar untuk menetapkan metode pemberian nutrisi. |
Berikan makanan yang mudah ditelan (lunak) dan hidangkan selagi hangat. | Meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan. |
Berikan makanan dalam porsi kecil dan sering. | Menghindari mual dan muntah akibat porsi makan yang besar. |
Catat intake nutrisi dan cairan per 24 jam. | Mengetahui asupan nutrisi dan cairan pasien. |
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian antiemetik dan nutrisi serta cairan perparenteral (sesuai program medik). | Meningkatkan asupan nutrisi jika intake peroral tidak mencukupi. |
4. Devisit volume cairan b.d mual, muntah
Intervensi Keperawatan | Rasional |
Mandiri: Palpasi nadi perifer, perhatikan pengisian kapiler, warna, atau suhu kulit dan observasi tanda-tanda vital setiap 15 menit. | Kekuraangan cairan menyebabkan gangguan perfusi dan kolaps sirkulasi |
Pantau haluaran urin, ukur atau perkirakan kehilangan cairan dari semua sumber, missal muntah dan diaphoresis. | Sebagai dasar pemenuhan kebutuhan pengganti cairan yang hilang. |
Catat balance cairan tiap 8 jam, Intake dan output. | Menentukan deficit atau overload cairan. |
Penuhi kebutuhan cairan (sesuai program terapi) kristaloid atau koloid. | Cairan kristaloid memberikan perbaikan sirkulasi segera, koloid mengembalikan cairan-cairan ke dalam vaskuler. |
Pantau peningkatan TD tiba-tiba atau nyata, gelisah, batuk, despneu, sputum banyak. | Perbaikan kekurangan cairan terlalu cepat dapat menurunkan system kardiopulmonal. |
Waspada terhadap keamanan pasien, pasang restrain tempat tidur, observasi sering. | Kekurangan cairan menyebabkan penurunan perfusi serebral terjadi penurunan kesadaran, resiko terjatuh. |
Kolaborasi: Siapkan pemberian obat-obatan inotropik atau vasoaktif sesuai program terapi. | Meningkatkan sirkulasi. |
Bila diperlukan berikan trombosit atau PRC atau FFP sesuai program terapi. | Mengganti kehilangan komponen darah. |
Awasi reaksi tranfusi. | Meminimalkan efek rekasi tranfusi. |
5. Resiko syok hipovolemik b.d peningkatan permeabilitas dinding plasma,
perdarahan berlebihan, gangguan pembekuan darah
Intervensi Keperawatan | Rasional |
Monitor ketat (tiap 2 jam) tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, | Dengan memonitor ketat, perawat dapat segera mengetahui terjadinya syok dan segera dapat ditanggulangi |
Ukur keseimbangan cairan tiap 8 jam | Menentukan kebutuhan cairan |
Pantau hb, ht, trombosit, leukosit setiap 4-6 jam | Menentukan tingkat kebocoran plasma |
Lakukan penekan pada daerah tusukan selama 5 menit pada setiap pengambilan contoh darah. Cegah pemberian suntikan IM | Mencegah perdarahan dari bekas suntikan. |
Penuhi kebutuhan cairan (infus kristaloid) sesuai protokol tatalaksana pemberian cairan | Pemenuhan kebutuhan cairan yang cepat yang tidak dapat dipenuhi peroral |
Lakukan pengukuran lingkar perut (pada pasien anak) bila didapatkan tanda distensi abdomen | Menunjukkan kemungkinan kebocoran plasma kedalam peritoneum |
Kolaborasi pemasangan NGT, untuk kumbah lambung jika didapatkan tanda perdarahan saluran cerna | Mempersiapkan selang untuk mengosongkan lambung dari akumulasi darah. |
Lakukan bilasan lambung dengan cairan Nacl 0,9% bila terjadi perdarahan masif dari saluran cerna | Membersihkan dan membantu menghentikan perdarahan. |
Bila diperlukan berikan trombosit/PRC/FFP sesuai program terapi | Mengganti kehilangan komponen darah yang membantu proses pembekuan darah |
10. Awasi adanya reaksi transfusi dan munculnya perdarahan baru | 10. Agar pasien mendapatkan bantuan segera dan transfusi dihentikan |
6. Resiko cedera : perdarahan lebih lanjut b.d trombositopenia
Intervensi Keperawatan | Rasional |
Siapkan dan pantau pemeriksaan Hb, Ht, trombosit, leukosit tiap 12 jam (sesuai program medik) | Penurunan jumlah trombosit meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan spontan |
Observasi tanda-tanda vital secara teratur dan laporkan segera adanya tanda perdarahan spontan | Tanda vital sebagai acuan keadaan umum pasien sebagai dasar tindakan yang akan dilakukan |
Anjurkan pasien tirah baring | Aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan |
Monitor adanya perdarahan lebih lanjut seperti: hematemesis, melena, epistaksis | Deteksi diri terhadap perdarahan sebagai pencegahan lebih lanjut. |
Cegah terjadi perlukaan & traumatik: gunakan sikat gigi lunak, lakukan tekanan 5-10 menit selesai mengambil darah, tidak memberikan suntikan IM | Mengurangi resiko terjadinya perdarahan |
- Patofisiologi / WOC

DAFTAR PUSTAKA
Demam Berdarah Dengue. (2010). Diperoleh tanggal 10 Maret 2010 dari
Doenges., dkk. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien (M. Kariasa & N. M. Sumarwati, Terj.). Edisi 3. Jakarta: EGC. (Naskah asli dipublikasikan pada tahun 1993)
Juniardi, S. (2008). Hubungan penyuluhan kesehatan dengan upaya pencegahan penyakit demam berdarah dengue (dbd) di kelurahan pagesangan wilayah kerja. Diperoleh tanggal 7 Maret dari http://one.indoskripsi.com/node/6598.
Kusuma, P. (2010). Sebaiknya anda tahu Beda DD dengan Demam Berdarah. Diperoleh tanggal 10 Maret 2010 dari http://www.sobatsehat.com/2010/02/02/sebaiknya-anda-tahu-beda-dd-dengan-demam-berdarah/,
Kristina, Isminah, Leny W. (2004). Demam Berdarah Dengue. Diperoleh tanggal 10 Maret 2010 dari http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm
WHO. (2004). Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue: panduan lengkap (P. Widyastuti, Terj.). Jakarta: EGC. (Naska asli dipublikasikan pada tahun 2001)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar