9.27.2011

Game Online Bantu Temukan Obat Anti AIDS


Washington, Bertahun-tahun sejak HIV/AIDS menjadi pandemi global, belum ada obat yang benar-benar mampu menyembuhkannya. Namun sebuah game online diklaim telah membantu ilmuwan menentukan struktur enzim yang bisa membuka jalan bagi pengobatan AIDS.

Permainan yang disebut Foldit ini memungkinkan pemain untuk menciptakan bentuk baru sebuah protein dengan cara melipat molekul digital di layar komputer mereka secara acak.

Dalam jurnal Nature Structural and Molecular Biology, para ilmuwan menulis bahwa mereka telah dibingungkan oleh struktur protein selama lebih dari sepuluh tahun. Tapi komunitas online hanya butuh waktu beberapa hari saja untuk menghasilkan sebuah model enzim yang rumit itu.

Model enzim yang dibuat oleh gamer ini disebut M-PMV protease retroviral, yakni sebuah enzim yang menjadi kunci penting dalam perkembangan virus mematikan seperti HIV. Para ilmuwan telah mencoba untuk menentukan strukturnya dengan tepat selama bertahun-tahun. Hasil penemuan struktur ini bisa menjadi langkah penting dalam pengembangan obat anti-AIDS.

Dengan aturan sederhana, para gamer yang bermain Foldit harus membolak-balik model 3D enzim digital di layar komputer untuk mencoba semua kombinasi yang mungkin. Mereka akhirnya memperoleh satu keadaan optimal di mana struktur hanya membutuhkan energi paling sedikit untuk tetap bertahan.

Firas Khati, ahli biokimia dari University of Washington mengatakan bahwa tujuan game ini adalah untuk melihat apakah intuisi manusia bisa berhasil di mana metode otomatis telah gagal.

Foldit mencoba untuk memprediksi struktur protein dengan memanfaatkan intuisi manusia dalam memecahkan teka-teki dan membuat orang-orang berkompetisi untuk menghasilkan protein terbaik. Karena protein merupakan penyebab dari begitu banyak penyakit, maka protein juga dapat menjadi bagian dari penyembuhan. Pemain dapat merancang protein baru yang dapat membantu mencegah atau mengobati penyakit.

Untuk ikut bermain Foldit, tidak diharuskan mengetahui berbagai hal mengenai protein, biokimia atau biologi. Yang penting, semua pemain harus memiliki komputer dan koneksi internet. Setelah gamer mengunduh dan menginstal programnya, ia dapat mulai berkompetisi dengan pemain lain, memutar struktur molekul kompleks tiga dimensi dengan cara mengklik mouse.

Tujuannya adalah untuk merancang protein yang sama sekali baru atau untuk memprediksi struktur tertentu. Setelah suatu model online dihasilkan, ilmuwan dan perusahaan biotek akan mengambil alih. Hasil permainan Foldit juga telah membantu para ilmuwan dalam penelitian Alzheimer dan kanker.

"Game ini menyediakan kerangka kerja untuk menyatukan kekuatan komputer dan manusia. Manusia memiliki penalaran spasial, sesuatu yang belum dimiliki komputer dengan baik," kata Seth Cooper, pencipta dan perancang utama Foldit, seperti dikutip dari BBC, Senin (26/9/2011).

sumber www.detik.com
»»  READMORE...

9.25.2011

Tubuh Penderita Diabetes Tiba-tiba Terbakar Tanpa Sebab


Galway, Irlandia, Meninggal karena gagal ginjal atau serangan jantung adalah komplikasi yang sudah lazim pada penderita diabetes. Namun di Irlandia, penderita diabetes meninggal karena sebab yang aneh yakni tubuhnya mendadak terbakar secara misterius.

Michael Faherty, laki-laki 76 tahun asal Galway, Irlandia baru-baru ini ditemukan tak bernyawa di rumahnya sendiri. Kakek penderita diabetes tipe 2 ini diketahui memang memiliki komplikasi tekanan darah tinggi, namun dipastikan tidak meninggal karena serangan jantung.

Dilihat dari kondisinya yang hangus dan nyaris menjadi abu, dipastikan Faherty meninggal karena terbakar. Anehnya, petugas forensik tidak menemukan tanda-tanda bekas minyak tanah atau bahan bakar lain sehingga dugaan bunuh diri dapat diabaikan.

Keanehan lain yang dijumpai petugas forensik adalah, tidak ada kerusakan pada benda lain di rumah Faherty. Selain tubuhnya yang hangus nyaris menjadi abu, hanya lantai dan langit-langit di sekitar lokasi jasadnya ditemukan saja yang tampak agak gosong.

Kepala tim forensik yang memeriksa kasus ini, Dr Kieran McLoughlin memastikan Faherty meninggal akibat kondisi medis yang disebut Spontaneous Human Combustion (SHC). Kondisi yang diperkirakan baru pertama kali ditemukan di Irlandia ini menyebabkan tubuh seseorang terbakar tiba-tiba.

"Peristiwa ini sudah diselidiki secara menyeluruh dan saya simpulkan ini adalah SHC, sebuah fenomena yang hingga kini belum bisa dijelaskan dengan cukup memadai," ungkap Dr McLoughlin seperti dikutip dari The Irish Independent, Minggu (25/9/2011).

Api yang muncul pada SHC muncul secara spontan akibat reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh, tanpa melibatkan panas eksternal dari lingkungan. Sama halnya dengan kasus Faherty, tim forensik juga tidak menemukan benda-benda yang sekiranya bisa menyulut api misalnya korek maupun peralatan listrik.

Meski sebenarnya sangat langka, kasus SHC tercatat sudah terjadi ratusan kali di seluruh dunia dalam 300 tahun terakhir. Hanya saja tidak semuanya benar-benar diteliti oleh para ahli, sehingga ada juga yang hanya berupa cerita-cerita yang dilebih-lebihkan.

Seperti diberitakan detikHealth sebelumnya, terdapat beberapa fakta yang terkait dengan kasus SHC yakni:



Sebanyak 80 persen korban SHC adalah kaum perempuan.
Kebanyakan korban mengalami kelebihan berat badan atau pecandu alkohol.
Tubuh korban akan sangat hangus, tapi ruangan di sekitar mayat korban masih cukup utuh.
Tubuh korban akan menguning dan biasaya di sekitar korban timbul bau minyak busuk.
Batang tubuh termasuk dada, perut dan pinggul bisa benar-benar terbakar, tapi bagian dari kaki atau pakaian bisa jadi masih utuh.
Pembakaran hanya terjadi pada korban sendiri tanpa adanya teriakan atau jeritan yang pernah terdengar.
Biasanya korban banyak minum sebelum meninggal.


Sedangkan beberapa kasus SHC yang pernah tercatat dalam sejarah antara lain sebagai berikut:

Oktober 1938
Maybelle Andrews dan pacarnya sedang menari di klub malam, lalu tiba-tiba ada api yang menyembur dari punggung, dada dan bahu Maybelle. Pada saat itu tidak ada api lain di ruangan hanya ada di badan Maybelle. Maybelle meninggal akibat luka-lukanya saat dalam perjalanan ke rumah sakit.

31 Januari 1959
Jack Larber, pasien berusia 72 tahun tiba-tiba terbakar setelah beberapa menit diberi makan. Petugas berusaha memadamkan api tapi Larber sudah meninggal akibat luka bakar stadium 3. Tidak ada penjelasan mengenai asalnya api tapi diketahui bahwa Larber adalah seorang perokok.

Desember 1959
Billy Peterson ditemukan tewas di kursi depan mobilnya. Awalnya ia diduga mencoba bunuh diri akibat keracunan karbonmonoksida, tapi tubuhnya terbakar di daerah punggung, kaki dan tangan. Dagingnya tubuhnya terbakar tapi pakaian atau kursi depan tidak ada yang rusak.

Desember 1966
Dr J Irving Bentley (92 tahun) ditemukan meninggal di lantai kamar mandi dengan hampir 90 persen tubuhnya terbakar kecuali kaki kanan dan sepatunya. Saat ditemukan tercium bau aneh dan adap biru muda. Rumahnya sama sekali tidak mengalami kerusakan.

6 Januari 1980
Polisi dan petugas forensik menemukan tubuh Mans sudah terbakar dan tidak bisa dikenali di ruang tamunya. Kursi tempat duduk serta benda plastik disekitarnya hampir tidak rusak dan ditemukan lapisan daging yang menguap di langit-langit.

Oktober 1980
Seorang perempuan bernama Jenna Winchester meledak dan terbakar saat duduk di dalam mobil di samping temannya. Diakui temannya ia melihat api kuning yang datang dari Jenna. Untungnya Jenna berhasil selamat dengan luka bakar di sekitar 20 persen bagian tubuhnya.

24 Maret 1997
John O'Connor (76 tahun) ditemukan meninggal di ruang tamu dengan posisi hangus terbakar ketika duduk di kursi. Saat ditemui hanya kepala, tubuh bagian atas dan kakinya saja yang tetap tidak terbakar. Selain itu ada kerusakan kecil di furniturnya akibat asap.
sumber www.detik.com
»»  READMORE...

9.24.2011

4 Pembunuh Manusia Terbesar versi WHO


Jakarta, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 4 pembunuh terbesar manusia saat ini. Bukan lagi perang, bencana alam atau penyakit menular melainkan penyakit-penyakit serius yang timbul akibat gaya hidup tidak sehat.

Keempat pembunuh manusia terbesar itu adalah: diabetes, kanker, penyakit paru-paru dan jantung. Data WHO menunjukkan hampir 80 persen dari penyakit kanker, diabetes, jantung dan paru-paru terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

WHO mencatat kematian akibat penyakit tidak menular (NCDs/non-communicable diseases) akan meningkat sebesar 17 persen pada dekade berikutnya. Di Afrika, jumlah tersebut akan terus meningkat sebesar 24 persen.

"Hasil statistik tersebut sangat mengkhawatirkan, tetapi kami tahu bagaimana cara untuk menurunkan angka tersebut," kata Sekjen PBB, Ban Ki-moon dalam sidang majelis umum PBB yang membahas mengenai masalah kesehatan di gedung PBB seperti dilansir dari VOANews, Selasa (20/9/2011).

Keempat penyakit ini memiliki efek yang dapat melemahkan aspek sosial ekonomi. Hal tersebut disebabkan karena mungkin sebagian besar dari tenaga kerja ada yang sakit atau mati ketika usia produktif, maka ekonomi nasional akan kehilangan penghasilan dan jutaan keluarga terdorong ke dalam kemiskinan, sehingga mengancam pembangunan nasional.

Efek jangka panjang keuangan sangat dapat menghancurkan. Penelitian World Economic Forum and Harvard University memperkirakan bahwa selama 20 tahun ke depan penyakit tidak menular (NCDs) dapat menghabiskan biaya ekonomi global lebih dari US$ 30 triliun.

PBB telah mengadakan pertemuan tingkat tinggi untuk membahas penyebab kematian terbesar di dunia, yaitu NCDs (non-communicable diseases). Pertemuan yang berlangsung pada 19 September 2011 tersebut dilakukan guna membahas bagaimana pemerintah dapat mengendalikan 36 juta kematian setiap tahun dari penyakit yang seharusnya dapat dicegah dan diobati.

Ban Ki-moon mengatakan bahwa, kunci untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit-penyakit tersebut adalah dengan meningkatkan olahraga, meningkatkan gizi, dan pemeriksaan dini untuk penyakit ini.

Makanan olahan merupakan salah satu penyebab obesitas, yang pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.

"Khususnya saya menghimbau pada perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari menjual makanan olahan untuk anak-anak agar bertindak dengan bertanggungjawab. Tidak hanya untuk produsen makanan, tetapi juga perusahaan media, pemasaran dan periklanan yang juga memainkan peran sentral dalam perusahaan ini. Kita semua juga dapat bekerja sama untuk mengakhiri penggunaan tembakau dan alkohol," kata Ban Ki-moon.

Sedangkan Direktur Jenderal WHO, Margaret Cha mengatakan makanan olahan yang tinggi garam, lemak, dan gula telah menjadi makanan pokok baru di seluruh dunia. Berbagai makanan olahan tersebut tersedia dan dipasarkan secara luas dan tentunya dijual dengan harga yang murah.

Tetapi ia memperingatkan bahwa tren ini merupakan faktor yang telah menyumbang peningkatan kejadian penyakit tidak menular (NCDs). Makanan olahan telah meningkatakan risiko obesitas. Lebih dari 40 juta anak pra sekolah mengalami obesitas atau kelebihan berat badan dan lebih dari 50 persen dari populasi orang dewasa di beberapa negara juga telah mengalami obesitas. Obesitas menjadi pintu masuk penyakit mematikan seperti diabetes dan jantung.

sumber www.detik.com
»»  READMORE...

Belitung Butuh Banyak Dokter Spesialis


Jakarta, Kabupaten Belitung mengalami kemajuan yang pesat terutama sektor pariwisatanya. Tapi sayangnya masih mengalami kekurangan tenaga kesehatan terutama untuk dokter-dokter spesialis.

"Tenaga medis yang tersedia saat ini untuk dokter spesialis baru 3 yaitu kandungan, anak dan bedah, yang lainnya belum ada," ujar wakil bupati Belitung, Sahani Saleh di kantor bupati Belitung, Selasa (20/9/2011).

Sahani menuturkan meski begitu saat ini ada kemitraan dengan rumah sakit swasta yang mana didalamnya terdapat dokter spesialis, sedangkan untuk perawat disini sudah ada akademi keperawatan.

"Kalau bidan kita bisa tutupi dengan PTT daerah, sedangkan untuk sanitarian masih sangat kurang," ujar dr wiryati husin Kadinkes Belitung.

dr Wiryati menuturkan seharusnya setiap Puskesmas memiliki 2 sanitarian, tapi dari 9 Puskesmas di 5 kecamatan yang ada belum setengahnya yang memiliki sanitarian.

"Selain itu cakupan jamban juga masih rendah, karenanya kami memicu masyarakat untuk membuat jamban sendiri dan bukan disubsidi oleh pemerintah, serta memicu masyrakat untuk malu buang air besar secara sembarangan," ungkapnya.

Sementara itu dr Wiryati menuturkan untuk dokter saat ini bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Unpad untuk dokter spesialis bedah, tapi diharapkan bisa memiliki dokter spesialis yang tetap.
sumber www.detik.com
»»  READMORE...

Antibiotik Baru Ditemukan dalam Hati Hiu


Jakarta, Sebuah senyawa yang berfungsi sebagai antibiotik ditemukan dalam hati hiu. Antibiotik dari ikan hiu ini menjadi terobosan penting karena bisa melindungi manusia dari berbagai penyakit.

Antibiotik yang ditemukan pada hiu dapat digunakan sebagai obat melawan virus manusia dan merevolusi obat-obatan. Senyawa yang ditemukan dalam hati hiu ini dapat digunakan sebagai obat untuk mengobati penyakit mulai dari demam berdarah, penyakit kuning hingga hepatitis B, C dan D.

Antibiotik yang disebut dengan squalamine ini sudah aman untuk digunakan pada manusia sebagai obat antivirus.

"Squalamine yang berpotensi memiliki sifat antivirus yang luas ini sangat menarik, terutama karena kita sudah tahu begitu banyak dari penelitian yang sedang berlangsung tentang cara kerjanya terhadap manusia," kata Dr. Michael Zasloff dari Georgetown University yang memimpin penelitian seperti dikutip dari Dailymail (20/9/2011).

Dalam percobaan laboratorium dan hewan, squalamine terbukti menghasilkan aktivitas antivirus melawan patogen manusia pada penyakit seperti hepatitis yang saat ini belum dapat diobati.

Penemuan ini diharapkan dapat memecahkan misteri bagaimana hiu dengan sistem kekebalan primitif dapat begitu efektif melawan virus yang mengganggu semua makhluk hidup.

"Saya percaya bahwa squalamine adalah salah satu senyawa yang melindungi hiu dan beberapa vertebrata laut primitif lainnya dari virus. Squalamine muncul untuk melindungi tubuh terhadap virus yang menyerang hati dan jaringan darah. Senyawa serupa lainnya yang ada pada hiu mungkin melindungi tubuh terhadap infeksi virus pernapasan," kata Dr. Zasloff berkata.

"Kita dapat memanfaatkan sistem kekebalan hiu untuk mengubah senyawa antivirus menjadi obat yang dapat melindungi manusia terhadap berbagai macam virus. Obat ini akan menjadi revolusioner. Sedangkan ada banyak agen antibakteri yang dimiliki oleh dokter dan beberapa obat antivirus untuk membantu pasien, hanya beberapa dari mereka yang aktif secara luas," lanjutnya.

Dr. Zasloff menemukan squalamine pada tahun 1993 dan telah diuji secara klinis mampu mengobati kanker dan beberapa gangguan mata. "Saya tertarik pada hiu karena meskipun tampaknya primitif, sistem kekebalan tubuh mereka efektif. Tidak ada yang bisa menjelaskan mengapa hiu itu begitu kuat," katanya.

Ia menemukan bahwa senyawa itu mampu menghambat pesatnya pertumbuhan pembuluh darah seperti yang ditemukan pada tumor tumor dan penyakit retina. Tapi untuk penelitian itu, Dr. Zasloff tidak lagi menggunakan hiu hidup. Sejak tahun 1995, Dr. Zasloff telah mensintesis squalamine di laboratorium daripada mengambil jaringan hiu di alam bebas.

Dr Zasloff mengaku masih tertarik dengan cara kerja jenis molekul kolesterol alami yang memiliki muatan listrik positif dapat bertindak sebagai zat kekebalan pada hiu.

Ketika memasuki sel, squalamine hanya dapat mengakses sel-sel tertentu di pembuluh darah, kapiler dan hati. Squalamine mengusir protein bermuatan positif yang terikat ke permukaan sel dari membran dalam sel.

Beberapa protein yang dikeluarkan ini biasanya digunakan oleh virus untuk berkembang biak. Tanpa protein, siklus hidup virus terganggu. Artinya, squalamine tampaknya dirancang untuk melawan infeksi virus tertentu.

"Bagi saya, kunci efektivitas squalamine adalah bahwa sekali ia digunakan dalam tubuh, maka ia akan menyesuaikan siklus hidup virus yang paling banyak. Kebanyakan virus membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Waktu yang sama dibutuhkan oleh squalamine untuk membuat jaringan dan organ tahan virus setelah pemberian," ujar Dr. Zasloff.

Selain bertindak cepat dalam menghentikan perkembang biakan virus, squalamine membersihkan tubuh dari predator dalam beberapa jam. Selanjutnya, karena cara kerja squalamine membuat jaringan inang menolak infeksi, bukan dengan menargetkan protein virus tertentu, maka munculnya resistensi virus tidak dapat diantisipasi.

Dalam penelitian kultur jaringan, squalamine mampu menghambat infeksi pada sel-sel pembuluh darah manusia oleh virus demam berdarah dan sel hati manusia yang terinfeksi hepatitis B dan D yang menyebabkan gagal hati dan kanker.

Dalam penelitian hewan, para ilmuwan dari seluruh Amerika Serikat menemukan bahwa squalamine mampu mengendalikan infeksi sakit kuning, virus estern equine encephalitis dan murine cytomegalovirus dan pada beberapa kasus dapat menyembuhkan binatang.
sumber www.detik.com
»»  READMORE...

9.20.2011

10 Negara Terbaik untuk Merawat Anak Sakit, RI Urutan 110


Jakarta, Save the Children Index mengurutkan 161 negara di dunia untuk perawatan anak yang sakit. Peringkat 10 terbaik didominasi negara-negara Eropa, sedangkan Indonesia ada di urutan 110.

Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia kalah dari Singapura (peringkat 39), Malaysia (peringkat 69), Thailand (peringkat 79), Vietnam (peringkat 92) dan Filipina (peringkat 101). Dan dibawah Indonesia ada Myanmar (112), Timor Leste (154) dan Laos (159).

Singapura tercacat sebagai negara terbaik di Asia dengan mengalahkan Korea Selatan (44), Jepang (50), Korea Utara (53), China (72) dan India (137).

Penilaian mengenai negara-negara terbaik untuk merawat anak yang sedang sakit salah satunya berdasarkan pada berapa banyak petugas kesehatan yang tersedia untuk mengurus anak.

Peringkat ini didasarkan pada jumlah petugas kesehatan (seperti dokter, perawat, dan bidan) yang tersedia untuk setiap 10.000 orang di suatu negara, serta jangkauan mereka terhadap penduduk.

Selain itu, faktor proporsi anak-anak yang mendapatkan vaksinasi, serta ibu-ibu yang bisa mendapatkan perawatan darurat selama persalinan juga merupakan pertimbangan dalam ditentukannya urutan negara tersebut.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 23 petugas kesehatan untuk pelayanan 10.000 orang merupakan jumlah yang optimal untuk perawatan ibu dan anak-anak sesuai kebutuhan.

Amerika Serikat memiliki sekitar 125 petugas kesehatan untuk setiap 10.000 orang, maka negara tersebut berada pada urutan nomer 15, menurut indeks Save the Children. Sedangkan Somalia dan Chad berada pada urutan paling bawah, yaitu dengan rata-rata 7 petugas kesehatan untuk setiap 10.000 orang.

"Dalam beberapa negara-negara yang berada pada peringkat bawah, petugas kesehatan sangat terkonsentrasi di daerah perkotaan atau kota. Sehingga penduduk yang berada pada lingkungan pedesaan, mengalami kesulitan untuk mendapatkan perawatan kesehatan," laporan Save the Children, seperti dikutip dari Aol Healthy Living, Selasa (13/9/2011).

Negara-negara barat kebanyakan menduduki peringkat atas. Sedangkan negara-negara di Asia dan Afrika, kebanyakan mendominasi peringkat bawah. Berikut ini adalah 10 negara yang berada di peringkat atas, untuk perawatan anak-anak yang sedang sakit, antara lain:

Swiss
Finlandia
Irlandia
Norwegia
Belarus
Denmark
Swedia
Kuba
Uzbekistan
Jerman


Seperti halnya di Indonesia perawatan kesehatan yang layak hanya terpusat di daerah perkotaan saja. Sedangkan di daerah yang terpencil dan sangat terpencil belum mempunyai fasilitas dan tenaga medis yang mencukupi, meskipun hanya untuk pelayanan kesehatan dasar saja.

Menurut peringkat yang mencantumkan 161 negara yang disusun oleh nonprofit Save the Children, Indonesia juga termasuk dalam negara-negara yang berada pada peringkat bawah, yaitu menduduki peringkat 110. Beberapa masalah mengenai tenaga kesehatan di Indonesia, antara lain:

Distribusi tenaga kesehatan yang tidak optimal.
Formasi terbatas
Output tenaga kesehatan tertentu tidak dapat dikendalikan.
Daerah belum menyiapkan dana dan sarana untuk kesiapan sumber daya kesehatan, dalam mengantisipasi otonomi daerah.
Pengangkatan Pegawai Tidak Tetap (PTT) baru terbatas pada dokter spesialis, dokter, dokter gigi, dan bidan.
Insentif pusat hanya untuk PTT di daerah sangat terpencil.
Tidak semua daerah mengalokasikan dana untuk insentif.
Besaran insentif bervariasi.


Sedangkan, upaya yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia, meliputi:

Mengembangkan sistem insentif untuk tenaga PTT yang bekerja di daerah sangat terpencil.
Penugasan khusus pada pulau-pulau terluar.
Kerjasama dengan Universitas Negeri/ Fakultas Kedokteran dalam penempatan dokter spesialis/residen senior, khusus di daerah-daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan.
Memberikan bantuan pendidikan spesialis utk percepatan peningkatan pelayanan Spesialistik (diutamakan untuk pemenuhan pada RS/RSUD yg sulit pemenuhannya).
Kebijakan pengangkatan tenaga medis sampai dengan usia 46 th utk mengisi kebutuhan daerah terpencil.
Menetapkan Permenkes 949/2007 disempurnakan dengan Permenkes 1239/2007 tentang kriteria Saryankes (sarana layanan kesehatan) di daerah terpencil.
sumber www.detik.com
»»  READMORE...

Wah! Sperma Bisa Dibuat dari Embrio Wanita


Newcastle, Pasangan wanita homoseksual (lesbian) biasanya harus mendapatkan donor sperma agar bisa memiliki anak. Kini ilmuwan tengah mengembangkan sel sperma dari embrio perempuan, sehingga pasangan lesbian bisa memiliki anak biologisnya sendiri.

Sebelumnya, ilmuwan di Inggris telah berhasil membuat sel sperma primitif dari sel sumsum tulang laki-laki. Kini dalam studi terbaru, ilmuwan kembali mengulang prestasi dengan membuat sel sperma dari sel induk embrio perempuan.

Dengan hasil penelitian ini memungkinkan pasangan lesbian untuk memiliki anak satu hari nanti, yaitu dengan membagi kedua gen menjadi sperma yang diciptakan dari sumsum tulang salah satu perempuan, yang kemudian dapat digunakan untuk membuahi sel telur dari pasangannya.

Laki-laki dan perempuan berbeda karena kromosom seks. Laki-laki dan perempuan memiliki kromosom X,-- perempuan XX dan laki-laki XY--, tetapi hanya laki-laki yang memiliki kromosom Y yang membawa beberapa gen yang dianggap penting untuk membuat sperma, sehingga memunculkan skeptisisme dengan adanya berita sel induk perempuan yang bisa digunakan untuk membuat sperma.

Pada April 2010, Prof Karim Nayernia, seorang profesor dari Stem Cell Biology di Newcastle University, telah menjadi berita utama karena mengambil sel induk (stem cell) dari laki-laki dewasa dan membuatnya berkembang menjadi sperma primitif.

Kini ia telah berhasil mengulangi prestasi dengan menciptakan sel sperma primitif dengan sel induk embrio perempuan dalam pekerja yang tidak dipublikasikan, seperti dilansir Telegraph, Selasa (13/9/2011).

Langkah berikutnya adalah untuk membuat sperma primitif mengalami miosis, sehingga memiliki jumlah bahan genetik yang tepat untuk fertilisasi atau pembuahan.

Prof Nayernia menunjukkan potensi metode ini pada tahun 2006, ketika ia menggunakan sperma yang berasal dari sel induk embrio laki-laki untuk membuahi tikus untuk menghasilkan tujuh anak anjing, enam diantaranya dapat hidup hingga dewasa. Dia sekarang optimistis tentang prospek penelitian sperma dari embria perempuan ini.

"Saya pikir, pada prinsipnya, ini secara ilmiah dapat terjadi," tutur Prof Karim Nayernia, seperti dilansir New Scientist.

Dia mengatakan telah mendapatkan persetujuan etis dari universitas untuk menggunakan sel-sel induk sumsum tulang dari perempuan untuk memulai percobaan membuat sperma dari embrio perempuan.
sumber www.detik.com
»»  READMORE...

Alasan Dukun Beranak Lebih Disukai Ketimbang Bidan


Bangka, Profesi dukun beranak masih punya tempat istimewa di banyak masyarakat Indonesia terutama di pedesaan. Meski sudah ada bidan, penduduk desa lebih suka melahirkan ke dukun beranak. Apa alasannya?

Dukun adalah seorang perempuan yang diakui oleh masyarakat dalam mendampingi ibu hamil, pertolongan persalinan serta perawatan bayi baru lahir secara spiritual.

Umumnya masih banyak masyarakat yang mempercayakan dukun untuk membantu proses persalinannya. Hal itu diakui Bidan Yulia yang bekerja di Poskesdes Mangka, Puskesmas Bakam, Sungailiat Bangka. Menurutnya dibutuhkan sosialisasi yang terus menerus agar bidan bisa diterima warga.

Bidan Yulia menuturkan ada beberapa faktor yang membuat masyarakat masih percaya dukun yaitu:
1. Mitos kepercayaan pada dukun masih kuat, masyarakat beranggapan kalau bidan itu selesai pendidikan,ia masih muda dan belum ada pengalamannya.
2. Mitos yang ada dimasyarakat adalah kalau dibantu oleh bidan pasti dijahit, sementara masyarakat takut dengan jahitan.
3. Turunan dalam keluarga yang menggunakan dukun untuk membantu melahirkan.
4. Masalah biaya, umumnya dukun tidak menarik pungutan jadi secara sukarela saja, sedangkan bidan ada tarifnya.
5. Dukun juga biasanya memberikan ramuan-ramuan yang dipercaya bisa mempermudah persalinan dan diurut yang sangat dipercaya masyarakat.

"Rata-rata 1 desa minimal ada 1 dukun, tapi kadang ada yang 2 atau 3 dukun," ujar Bidan Yulia disela-sela acara pertemuan dengan nakes teladan di Hotel Santika, Bangka, Senin (19/9/2011).

Karenanya diperlukan sosialisasi secara terus menerus bahwa ada subsidi yang bisa diberikan jika ibu hamil mau melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan.

Untuk meningkatkan jumlah ibu yang melahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan, Bidan Yulia pun mulai melakukan pendekatan dengan para dukun pada tahun 2008. Saat itu ia meminta para dukun untuk mengikutsertakan dirinya jika ada ibu yang melahirkan.

"Saya bilang dengan dukun 'tolong ya ajak saya kalau ada pasien melahirkan' meskipun saat itu saya hanya sebagai cadangan saja," ujar bidan yang lahir di Tempilang, Bangka Barat 3 Desember 1979.

Setelah berhasil mendekati dukun, maka tahun 2009 terbentuk kemitraan antara bidan dan dukun melalui pernyataan di atas materai, termasuk pembagian pembayaran seperti bidan tidak mengurangi pendapatan dukun.

Selain itu ada pula kelas ibu yang berisi penyuluhan mengenai segala hal tentang kehamilan, dan berusaha pula melibatkan para suami. Sehingga saat ini kesadaran masyarakat semakin tinggi dan tidak perlu lagi susah payah merujuk pasien, karena mereka dengan sendirinya sudah datang ke poskosdes.

"Alhamdulilah di desa saya saat ini sudah tidak ada ibu yang meninggal saat melahirkan, sedangkan kematian bayi terakhir terjadi pada tahun 2009," ungkap Yulia yang hampir 12 tahun menjadi bidan.
sumber www.detik.com
»»  READMORE...

asuhan keperawatan efusi pleura

EFUSI PLEURA

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura beru-pa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu :
1. Infeksi :
- Tuberkulosis
- Pneumonitis
- Abses paru
- Abses subfrenik
2. Non infeksi :
- Karsinoma paru
- Karsinoma pleura : primer dan sekunder
- Karsinoma mediastinum
- Tumor ovarium
- Bendungan jantung : gagal jantung, perikarditis konstruktiva
- Gagal hati
- Gagal ginjal
- Hipotiroidisme
- Kilotoraks
- Emboli paru

I. PATOFISIOLOGI
Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5 ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan di sini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorpsi terganggu misalnya pada hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik, (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya sub febril, kadang ada demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa eksudativa ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan asam dan jika perlu torakskopi untuk biopsi pleura.
Pada penanganannya, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan juga istrahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pungsi dilakukan bila cairan demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat. Penanganan yang baik akan memberikan prognosis yang baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.

II. PENGKAJIAN
1. Anamnesis:
Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada kondisi tuberkulosis.

2. Kebutuhan istrahat dan aktifitas
- Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.
- Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas se-
kuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot , nyeri
dan stiffness (kekakuan).

3. Kebutuhan integritas pribadi
a. Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan pertolongan dan harapan
b. Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan

4. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
- Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
- Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang istrahat/kelelahan

5. Kebutuhan Respirasi
- Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada
- Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
- Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah
- Dapat pula ditemukan deviasi trakea

6. Kebutuha Keamanan
- Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub febris
- Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris

7. Kebutuhan Interaksi sosial
- Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan pola peran


III. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun atau asimetris bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau hilang. Gerakan pernapasan menurun atau asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura. Pemeriksaan fisik sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas frenikus kostalis yang menghilang dan gambaran batas cairan melengkung.

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 – 72 jam setelah injeksi.
Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis
ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan

VI. PERENCANAAN DAN RASIONALISASI
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
Batasan karakteristik : diagnosis tuberkulosis paru +
Kriteria hasil : Klien akan dapat :
1. Mengidentifikasi cara pencegahan dan penurunan resiko penyebaran infeksi
2. Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi.

Intervensi Rasionalisasi
1. Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet air borne



2. Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan menggunakan tissue. Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai serta mencuci tangan dengan baik

3. Monitor suhu sesuai sesuai indikasi



4. Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama terapi


5. Kolaborasi pemberian INH, etambutol,rifampicin. 1. Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan dan perawatan untuk mencegah penularan pada orang lain dan mencegah komplikasi

2. Membiasakan perilaku yang penting untuk mencegah penularan infeksi




3. Reaksi febris merupakan indikator berlanjutnya infeksi


4. Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan respons klien

5. Inh merupakan drug of choice untuk klien beresiko terhadap perkembangan TB dan dikombinasikan dengan “primary drugs” lain jhususnya pada penyakit tahap lanjut.


2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan napas

Batasan karakteristik :
- Suara napas abnormal, ritme, kedalaman napas abnormal.
- Perubahan respiratory rate, dyspnea, stridor.
Kriteria hasil :
1. Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten
2. Memperlihatkan perilaku mempertahankan bersihan jalan napas

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori





2. Atur posisi semi fowler





3. Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari


4. Kolaborasi :
- Pemberian oksigen lembab

- Mucolytic agent

- Bronchodilator




- Kortikosteroid
1. Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha bernapas.

2. Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal dapat membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar

3. Intake cairan mengurangi penimbunan
sekret, memudahkan pembersihan


- Mencegah mukosa membran kering, me- ngurangi sekret
- Menurunkan sekret pulmonal dan memfa- silitasi bersihan.
- Memperbesar ukuran lumen pada perca-bangan tracheobronchial dan menurunkan pada percabangan tracheobronchial dan menurunkan pertahanan aliran.
-Mengatasi respons inflamasi sehingga tidak terjadi hipoxemia.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran akveolar kapiler.
Batasan karakteristik :
- Penurunan ekspansi dada
- Perubahan RR, dyspnea, nyeri dada
- Penggunaan otot aksesori
- Penurunan fremitus vokal, bunyi napas menurun
Kriteria hasil :
- Klien akan :
1. Melaporkan berkurangnya dyspnea
2. Memperluihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
3. ABGs dalam batas normal
Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas , kelelahan

2. Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan perubahan warna kulit, membran mukosa dan clubbing finger

3. Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi




4. Tingkatkan bedrest / pengurangi aktifitas


5. Monitor ABGs




6. . Kolaborasi suplemen oksigen 1. Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala distress pernafasan.

2. Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu oksigenasi organ dan jaringan vital


3. Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek

4. Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak napas

5. Penurunan tekanan gas oksigen (PaO2) dan saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk perubahan terapetik

6. Mengoreksi hypoxemia yang meyebabkan terjadinya penurunan sekunder ventilasi dan berkurangnya permukaan alveolar.





A. DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan edisi 8, EGC , Jakarta
Carpenito, Lynda Juall (1995), Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta
Doengoes, Marilyn (1989), Nursing Care Plans Second Edition, FA Davis Company, Philadelphia
Long, Barbara C (1989), Perawatan Medikal Bedah, Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjadjaran, Bandung
Luckmann’s Sorensen (1996), Medical Surgical Nursing, WB Saunders, Philadelphia
Soeparman (1996), Ilmu Penyakit Dalam jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Sjamsuhidajat, R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, EGC, Jakarta
»»  READMORE...

cedera kepala berat dan sub dural hematoma

CEDERA KEPALA

PENGERTIAN
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.


Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

CEDERA KEPALA PRIMER
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi

CEDERA KEPALA SEKUNDER
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan

Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :
• Penurunan tingkat kesadaran
• Nyeri kepala
• Muntah
• Hemiparesis
• Dilatasi pupil ipsilateral
• Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler
• Penurunan nadi
• Peningkatan suhu
Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah :
• Nyeri kepala
• Bingung
• Mengantuk
• Menarik diri
• Berfikir lambat
• Kejang
• Udem pupil

Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
• Nyeri kepala
• Penurunan kesadaran
• Komplikasi pernapasan
• Hemiplegia kontra lateral
• Dilatasi pupil
• Perubahan tanda-tanda vital

Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
• Nyeri kepala
• Penurunan kesadaran
• Hemiparese
• Dilatasi pupil ipsilateral
• Kaku kuduk

PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
2. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
3. Riwayat kesehatan :
• Tingkat kesadaran / GCS ( < 15 )
• Convulsi
• Muntah
• Dispnea / takipnea
• Sakit kepala
• Wajah simetris / tidak
• Lemah
• Luka di kepala
• Paralise
• Akumulasi sekret pada saluran napas
• Adanya liquor dari hidung dan telinga
• Kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

4. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.


5. Pemeriksaan Penujang
• CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
• MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
• Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
• Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
• X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
• BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
• PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
• CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
• ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
• Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial
• Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.


Penatalaksanaan
Konservatif:
• Bedrest total
• Pemberian obat-obatan
• Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.


Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.


Diagnosa Keperawatan yang bisa muncul adalah:

1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
5. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
6. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien

Beberapa diagnosa perawatan yang dapat dibuat untuk pasien dengan cedera kepala adalah :

Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
• Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
• Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
• Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
• Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
• Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit ), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
• Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.



Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
• Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
• Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
• Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
• Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.

Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

Rencana tindakan :
1. Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Rasional : Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

2. Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

1. Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

2. Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.

3. Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.

4. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.

5. Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak


Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.

Rencana Tindakan :
 Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
 Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
 Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
 Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
 Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

 Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
 Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
 Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.


Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.

Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang

Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
• Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
• Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
• Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
• Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi

Rencana tindakan :
• Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
• Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
• Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
• Ganti posisi pasien setiap 2 jam
• Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
• Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
• Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
• Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
• Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.

DAFTAR PUSTAKA


Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.
Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press


Beberapa diagnosa perawatan yang dapat dibuat untuk pasien dengan cedera kepala adalah :

Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
• Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
• Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
• Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
• Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
• Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit ), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
• Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
• Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
• Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
• Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
• Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.

Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

Rencana tindakan :
 Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Rasional : Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

6. Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

7. Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

8. Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.

9. Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.

10. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.

11. Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.


Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.

Rencana Tindakan :
 Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
 Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
 Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
 Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
 Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

 Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
 Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
 Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.


Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.

Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang

Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.

Rencana tindakan :
• Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
• Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
• Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
• Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi

Rencana tindakan :
• Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
• Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
• Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
• Ganti posisi pasien setiap 2 jam
• Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
• Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
• Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
• Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
• Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.



: ASUHAN KEPERAWATAN

Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Ditandai dengan:
Subyektif:






























































Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial



























































Independent:
Monitor dan catat status neurologis dengan meng-gunakan metode GCS.














Monitor tanda--tanda vital tiap 30 menit.










Pertahankan posisi ke-pala yang sejajar dan tidak menekan.





Hindari batuk yang berlebihan, muntah, me-ngedan, pertahankan pe-ngukuaran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.



Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.



Kolaborasi:
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.

Berikan obat-obatan yang diindikasikan deng- an tepat dan benar .















Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menen-tukan kemampuan beres-pon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks ba-tang otak.
Pergerakan mata mem-bantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah ter-ganggunya abduksi mata.

Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesa-daran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya per-napasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk menge-tahui tanda-tanda keada-an syok akibat per-darahan.

Perubahan kepala pada satu sisi dpt menim-bulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Dapat mencetuskan res-pon otomatik pening-katan intrakranial.




Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dpt meningkatkan tekanan intrakrania.


Dapat menurunkan hi-poksia otak.

Membantu menurunkan tekanan intrakranial se-cara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexame-tason) utk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang utk menu-runkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat mening-katkan pemakaian ok-sigen otak.











































































































































Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Ditandai dengan:
Subyektif:
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tdk ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Independent:
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit





Cek pemasangan tube




Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi

Perhatikan kelembaban dan suhu pasien



Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit)





Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien
Pernapasan yang cepat dari pasien dapat me-nimbulkan alkalosis res-piratori dan pernapasan lambat meningkatkan te-kanan Pa Co2 dan me-nyebabkan asidosis res-piratorik.

Untuk memberikan ven-tilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.


Sebagai kompensasi ter-perangkapnya udara ter-hadap gangguan pertu-karan gas.


Keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.

Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak ade- kuatnya pengaliran volume dan menimbul kan penyebaran udara yang tidak adekuat.


Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum

Ditandai dengan :
Subyektif: Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi

Kriteria Evaluasi
Suara napas ber-sih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena pe-ninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Independent:
Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.



Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ).




Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.

Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam.

Obstruksi dapat dise-babkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.

Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pema-sangan tube yang tepat dan tidak adanya penum-pukan sputum.

Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.

Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelan-caran aliran serta pele-pasan sputum.


Keterbatasan aktifitas sehubungan dgn penurunan kesadaran (soporos - coma )
Ditandai dengan :
Subyektif:

Kebutuhan dasar pasien dapat ter-penuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :
Kebersihan terja-ga, kebersihan lingkungan ter- jaga, nutrisi ter- penuhi sesuai dengan kebutuh- an, oksigen ade- kuat.


Independent :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.



Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.








Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.






Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.



Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan ling-kungan.


Penjelasan dapat mengu-rangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.

Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan ke-butuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah in-feksi dan keindahan.

Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.


Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.











































































Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pa-sien.
Ditandai dengan:
Subyektif:
Kecemasan kelu-arga dpt ber-kurang

Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kece-masan. Keluarga mengerti cara berhubungan dgn pasien.Pengetahu-an keluarga me-ngenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Independent:
Bina hubungan saling percaya.





Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.




Berikan dorongan spiri-tual untuk keluarga.

Untuk membina hubung-an terapeutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diper-hatikan.

Penjelasan akan mengu-rangi kecemasan akibat ketidaktahuan.
Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien. Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.

Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.








































Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Independent:
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan
sirkuasi perifer
Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

Ganti posisi pasien setiap 2 jam. Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.










Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien :


Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.

Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.


Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.

Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.



Untuk menetapkan ke-mungkinan terjadinya lecet pada kulit.

Dalam waktu 2 jam diperkirakan akan terjadi penurunan perfusi ke jaringan sekitar. Maka dengan mengganti posisi setiap 2 jam dapat memperlancar sirkulasi tersebut. Dengan posisi anatomi maka anggota tubuh tidak mengalai gangguan, khususnya masalah sirkulasi /perfusi jaringan. Mengalas bagian yang menonjol guna mengurangi pe- nekanan yang meng- akibatkan lesi kulit.

Keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.

Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan mengurangi kerasakan kulit.

Dapat mengurangi proses penekanan pada kulit dan menjaga kebersihan kulit.

Sebagai bagian untuk memperkirakan tindakan selanjutnya.

Untuk mencegah ber tambah luas kerusakan kulit.




















































































Dx. Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Ditandai dengan:
Subyektif:











Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial









Independent:
Monitor dan catat status neurologis dengan meng-gunakan metode GCS.

Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.

Pertahankan posisi ke-pala yang sejajar dan tidak menekan.

Hindari batuk yang berlebihan, muntah, me-ngedan, pertahankan pe-ngukuaran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.

Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.

Kolaborasi:
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.

Berikan obat-obatan yang diindikasikan deng- an tepat dan benar .
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Ditandai dengan:
Subyektif:
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tdk ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Independent:
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit

Cek pemasangan tube

Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi

Perhatikan kelembaban dan suhu pasien

Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit)

Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien


Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum

Ditandai dengan :
Subyektif: Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi

Kriteria Evaluasi
Suara napas ber-sih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena pe-ninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Independent:
Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.

Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ).

Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.

Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam.




Keterbatasan aktifitas sehubungan dgn penurunan kesadaran (soporos - coma )
Ditandai dengan :
Subyektif:

Kebutuhan dasar pasien dapat ter-penuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :
Kebersihan terja-ga, kebersihan lingkungan ter- jaga, nutrisi ter- penuhi sesuai dengan kebutuh- an, oksigen ade- kuat.


Independent :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.

Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan ling-kungan.


Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pa-sien.
Ditandai dengan:
Subyektif:
Kecemasan kelu-arga dpt ber-kurang

Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kece-masan. Keluarga mengerti cara berhubungan dgn pasien.Pengetahu-an keluarga me-ngenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.

Independent:
Bina hubungan saling percaya.

Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.

Berikan dorongan spiri-tual untuk keluarga.

Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Independent:
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan
sirkuasi perifer
Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

Ganti posisi pasien setiap 2 jam. Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.

Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien :


Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.

Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.


Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.

Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.



Dx. Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
Gangguan perfusi jaringan otak sehu-bungan dengan ude-ma otak

Ditandai dengan:
Subyektif:











Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial









Independent:
Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.

Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.

Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.

Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pe-ngukuran urin dan hindari kon-stipasi yang berkepanjangan.



Observasi kejang dan lindungi klien dari cedera akibat kejang.

Kolaborasi:
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi klien.

Berikan obat-obatan yang di-indikasikan dengan tepat dan benar .
»»  READMORE...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN BATU GINJAL

LAPORAN PENDAHULUAN

________________________________________
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN BATU GINJAL
________________________________________

KONSEP MEDIS

Pengertian
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

Insidens dan Etiologi
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik, meliputi:
1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.

Faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih
Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah:
1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.
2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.
3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.

Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.

Batu Kalsium
Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah:
1. Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.
2. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
3. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
4. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
5. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat.

Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

Batu Urat
Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria. Patofisiologi Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal) Gambaran Klinik dan Diagnosis Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil. Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine). Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen). Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen. Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal. Penatalaksanaan Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka. Pencegahan Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun.
Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari
2. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
3. Aktivitas harian yang cukup
4. Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat
3. Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
4. Rendah purin
5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II

FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk
- Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
- Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)

2. Sirkulasi
Tanda:
- Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
- Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

3. Eliminasi
Gejala:
- Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
- Penrunan volume urine
- Rasa terbakar, dorongan berkemih
- Diare
Tanda:
- Oliguria, hematuria, piouria
- Perubahan pola berkemih

4. Makanan dan cairan:
Gejala:
- Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
- Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
- Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
Tanda:
- Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
- Muntah

5. Nyeri dan kenyamanan:
Gejala:
- Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda:
- Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
- Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

6. Keamanan:
Gejala:
- Penggunaan alkohol
- Demam/menggigil

7. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis
- Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme
- Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

1. Tes Diagnostik
Lihat konsep medis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.


INTERVENSI KEPERAWATAN

Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar.



2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi.


3. Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase ringan/kompres hangat pada punggung, lingkungan yang tenang)

4. Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik.

5. Batu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi jantung.

6. Perhatikan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri abdomen.



7. Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:
- Analgetik



- Antispasmodik


- Kortikosteroid



8. Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan. Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas.
Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas.

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.



Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot.


Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.

Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut.



Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
Menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri.

Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu.

Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.


Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat adanya keluaran batu.

2. Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi yang terjadi.




3. Dorong peningkatan asupan cairan.


4. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.

5. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin)
6. Berikan obat sesuai indikasi:
- Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim)

- Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon (Higroton)

- Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (Sal-Hepatika)

- Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)

- Antibiotika

- Natrium bikarbonat




- Asam askorbat

7. Pertahankan patensi kateter tak menetap (uereteral, uretral atau nefrostomi).
8. Irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi.

9. Siapkan klien dan bantu prosedur endoskopi. Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
Batu saluran kemih dapat menyebabkan peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila batu mendekati pertemuan uretrovesikal.
Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, debris dan membantu lewatnya batu.
Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.
Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal

Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam.

Mencegah stasis urine ddan menurunkan pembentukan batu kalsium.

Menurunkan pembentukan batu fosfat


Menurnkan produksi asam urat.


Mungkin diperlukan bila ada ISK

Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu.

Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnay pembentukan batu alkalin.
Mungkin diperlukan untuk membantu kelancaran aliran urine.

Mengubah pH urien dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
Berbagai prosedur endo-urologi dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu.

Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Awasi asupan dan haluaran


2. Catat insiden dan karakteristik muntah, diare.



3. Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari.


4. Awasi tanda vital.


5. Timbang berat badan setiap hari.


6. Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan elektrolit.

7. Berikan cairan infus sesuai program terapi.

8. Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien.



9. Berikan obat sesuai program terapi (antiemetik misalnya Proklorperasin/ Campazin).

Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal.

Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka menghubungkan kedua ginjal dengan lambung.

Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu keluar.

Indikator hiddrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.

Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.

Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi.

Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per oral tidak cukup)

Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.

Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan mual/muntah.



Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Tekankan pentingnya memperta-hankan asupan hidrasi 3-4 liter/hari.


2. Kaji ulang program diet sesuai indikasi.
- Diet rendah purin
- Diet rendah kalsium
- Diet rendah oksalat
- Diet rendah kalsium/fosfat


3. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas.



4. Jelaskan tentang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berulang, hematuria, oliguria)


5. Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap luka insisi dan kateter bila ada.

Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesemapatan stasis ginjal dan pembentukan batu.

Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan tipe batu yang ditemukan.






Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengoreksi asiditas atau alkalinitas urine tergantung penyebab dasar pembentukan batu.

Pengenalan dini tanda/gejala berulangnya pembentukan batu diperlukan untuk memperoleh intervensi yang cepat sebelum timbul komplikasi serius.

Meningkatakan kemampuan rawat diri dan kemandirian.


________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Purnomo, BB ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jta.
»»  READMORE...